marquee

Sugeng rawuh

Selasa, 25 Oktober 2011

Tentang Poliandri


Blogger. . Kemarin teman saya nanya, mengapa wanita itu nggak boleh POLIANDRI (lebih dari satu pasangan) ? kalo menurut saya, Allah telah berfirman dalam Qur’an Surat An-Nisa ayat 34 yang artinya” Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan,…” , jadi jelas disini kedudukan seorang laki-laki adalah sebagai pemimpin bagi perempuan, oleh karena itu Seorang pemimpin itu hanya boleh ada Satu, tidak boleh lebih. Misal dalam suatu Negara mempunyai lebih dari satu presiden atau pemimpin Negara, maka dapat dipastikan Negara itu akan hancur. Kita liat aja diri kita sendiri, tubuh kita terdiri hanya mempunyai 1 kepala, coba kalo lebih pasti dibilang aneh kan??. Selain itu, hukum islam mengharamkan adanya poliandri karena menyangkut nasab keturunannya kelak. Kalau seorang wanita memiliki suami lebih dari 1, terus hamil…lha…yang menghamili siapa? Kan bisa jadi kacau urusannya karena tidak jelas siapa ayahnya.
Namun, keharaman poliandri bukan semata-mata disebabkan karena khawatir akan terjadinya kerancuan keturunan. Tetapi memang semata-mata keharaman yang telah Allah SWT tetapkan.
Buktinya, poliandri tetap haram dilakukan oleh seorang wanita yang mandul. Kalau seandainya keharamannya hanya karena khawatir akan terjadi kerancuan dalam masalah keturunan, seharusnya wanita mandul boleh berpoliandri. Sebab dia tidak akan berketurunan, sehingga tidak akan timbul masalah kerancuan tersebut.
Demikian juga hal yang sama berlaku buat laki-laki mandul. Meski sudah bisa dipastikan tidak bisa mengakibatkan kehamilan pada diri seorang wanita, tetap saja dia diharamkan berzina. Sebab haramnya zina bukan semata-mata mengkhawatirkan lahirnya anak di luar nikah.
Dalam syariat Islam, jangankan poliandri, melamar wanita yang sedang dalam lamaran orang lain pun hukumnya haram. Termasuk melamar wanita yang sudah dicerai suaminya, selama masa iddah belum selesai, juga haram hukumnya. Apalagi sampai menikahi isteri orang, maka keharamannya dua kali lipat.

Poliandri dalam alqur’an
Poliandri yaitu sistem perkawinan yang membolehkan seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu orang di waktu yang bersamaan.
Sejauh ini penulis baru menemukan satu ayat al-Qur’an yang secara tegas melarang poliandri.
1.    Surat al-Nisa’ Ayat 24

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَاء ذَلِكُمْ أَن تَبْتَغُواْ بِأَمْوَالِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُم بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُم بِهِ مِن بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Sabab al-Nuzul
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي الْخَلِيلِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ أَصَابُوا سَبْيًا يَوْمَ أَوْطَاسَ لَهُنَّ أَزْوَاجٌ فَتَخَوَّفُوا فَأُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ : وَالْمُحْصَنَاتُ مِنْ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ  .
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ يَوْمَ حُنَيْنٍ بَعْثًا إِلَى أَوْطَاسَ فَلَقُوا عَدُوَّهُمْ فَقَاتَلُوهُمْ فَظَهَرُوا عَلَيْهِمْ وَأَصَابُوا لَهُمْ سَبَايَا فَكَأَنَّ أُنَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحَرَّجُوا مِنْ غِشْيَانِهِنَّ مِنْ أَجْلِ أَزْوَاجِهِنَّ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِي ذَلِكَ { وَالْمُحْصَنَاتُ مِنْ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ  أَيْ فَهُنَّ لَهُمْ حَلَالٌ إِذَا انْقَضَتْ عِدَّتُهُنَّ
Sabab nuzul di atas menegaskan dilarangnya menikahi wanita yang telah bersuami. Larangan itu memperoleh pengecualian bagi wanita yang menjadi budak. Namun demikian, menikahi wanita budak yang telah bersuami itu diperbolehkan setelah berlalunya masa iddah. Dari sini bisa dipahami bahwa wanita, baik ia sebagai wanita merdeka maupun sebagai budak, tidak diperkenankan memiliki suami lebih dari satu orang, atau yang disebut dengan poliandri.

Munasabah Ayat
Dengan ayat sebelumnya:
Ayat ke-23 Allah memberikan penjelasan secara rinci siapa saja wanita yang tidak boleh dinikahi. Lalu diteruskan dengan ayat ke-24. Dengan demikian, ayat ke-24 merupakan kelanjutan kalimat dari ayat sebelumnya.
Dengan ayat setelahnya:
Ayat ke-25 memberikan kelonggaran kepada orang yang tidak mendapatkan kesempatan menikahi seorang wanita yang halal dinikahi. Orang itu diperbolehkan menikahi seorang wanita hamba sahaya dengan tetap memberikan mahar.

2.    Larangan Poliandri
Ayat ke-24 di atas melarang seorang laki-laki menikahi wanita yang telah bersuami. Dengan demikian, ayat itu menutup kemungkinan berlakunya perkawinan poliandri dalam Islam.  Atau, dilihat dari sudut pandang perempuan, ini berarti larangan kawin poliandri atau bersuami lebih dari satu.

3.    Wanita-wanita Yang Dilarang untuk Didekati
Ada beberapa keadaan dimana seorang wanita tidak boleh dipinang, apalagi dinikahi, yaitu:
a.    Wanita yang telah bersuami
Wanita yang telah bersuami tidak boleh dipinang, meskipun dengan syarat akan dinikahi pada waktu dia telah boleh dikawini. Seperti, “Bila kamu dicerai oleh suamimu saya akan mengawini kamu.” Atau dengan bahasa sindiran, “Jangan khawatir dicerai suamimu, saya yang akan melindungimu.”
b.    Wanita yang sedang menjalani iddah raj‘i
Wanita yang telah dicerai suaminya dan sedang menjalani iddah raj‘i sama keadaannya dengan perempuan yang sedang punya suami dalam hal ketidakbolehannya untuk dipinang, baik dengan bahasa terus-terang atau bahasa sindiran. Alasannya bahwa perempuan dalam iddah talak raj‘i statusnya sama dengan perempuan yang sedang terikat dalam perkawinan.
c.    Wanita yang dalam iddah karena kematian suaminya
Wanita yang sedang menjalani iddah karena kematian suaminya tidak boleh dipinang dengan menggunakan bahasa terus-terang, namun dibolehkan meminangnya dengan bahasa sindiran.
d.    Wanita yang telah dipinang orang lain
Wanita yang telah dipinang oleh orang lain tidak boleh dipinang. Hal ini dijelaskan oleh Nabi Saw.:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ .

4.    Pembatalan Nikah Poliandri
Apabila seorang wanita mempraktekkan poliandri, maka Pengadilan Agama dapat membatalkannya. Namun demikian, batalnya suatu perkawinan tidak memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya.



5.    Hikmak Larangan Poliandri
Hikmah utama dalam hal ini adalah untuk menjaga kemurnian keturunan dan kepastian hukum seorang anak. Anak yang sejak berada dalam kandungan telah memiliki hak, harus mendapat perlindungan dan kepastian hukum.

Apabila poliandri tidak dibenarkan bagi wanita hal itu dikarenakan pertama, poliandri (beberapa suami) berseberangan dengan tabiat dan mental wanita. Kedua, melalui cara seperti ini, keselamatan dan kesehatan generasi berada dalam ancaman. Ketiga, kesulitan untuk mengenal manusia dan sebagainya.
Allahu a’lam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar