Mencintai karena Allah adalah mencintai
yang memang diizinkan, diperintahkan, dianjurkan bahkan dikasih pahala, seperti
cinta ortu itu krn allah nyuruh kita berihsan, cinta kakak adik dan sesama
muslim. (Mas Adhi Fikri)
dengan
mencintainya akan menambah kecintaan qt kepadaNya (Ustadz Miftahudin bin Hasan)
Mencintai
Allah Subhanahu wata’ala, berarti mencintai Rasulullah Sholallahu’alayhi
wassalam, dan mencintai seseorang karena Allah, berarti menjaga kesesuaian
cinta itu dengan tuntunan Allah Subhanahu wata’ala serta tuntunan Rasulullah
Sholallahu’alayhi wassalam.
Apakah sama keadaannya orang yang hanya
mengatakan ‘aku cinta padamu’ tanpa ia menikahinya, dengan orang yang berkata
‘aku mencintaimu’ dengan pendahuluan ta’aruf yang syar’i dan disahkan dalam
pernikahan? Tidak!Karena bagi 2 orang yang saling mencintai dan menjaganya
hingga masuk ke dalam gerbang pernikahan, maka mulai dari pernyataan cintanya,
berpegangan tangannya, saling menatapnya, dsbnya bernilai pahala dan
menggugurkan dosa. Sedangkan pada kondisi yang pertama, hal itu justru akan
menghilangkan malu diantara kedua insan lain jenis itu sedikit demi sedikit,
silaki-laki akan memandang si gadis dengan berulang-ulang, si laki-laki akan
mencari cara untuk memegang tangannya, dan seterusnya yang tidak lain semua itu
adalah zina-zina kecil, penghulu terjadinya zina yang besar, na’udzubillah.
Rasulullah bersabda, “Ya
Tuhanku, aku adalah hamba-Mu—Engkau menyandangkan kemuliaan tanpa akhir dan
memberi pahala tanpa akhir. Sebelum melakukan suatu tindakan, kita telah diberi
kemuliaan. Jika kita mengetahui hal tersebut maka segalanya adalah untuk Allah.
Salah satu
tindakan yang penting adalah berhubungan dengan sesama manusia. Hal ini juga
harus dilakukan karena Allah dan dengan cinta untuk Allah bukan dengan cinta
untuk dirimu, sebab jika kalian mencintai seseorang bukan karena Allah ,
kadang-kadang cinta itu bisa rusak, tetapi jika cinta itu untuk Allah , dia
tidak akan meninggalkanmu.
Segala sesuatu untuk Allah akan berlangsung terus-menerus, permanen sedangkan segala sesuatu untuk diri sendiri bersifat sementara. Oleh sebab itu ambillah yang permanen, jangan yang bersifat sementara. Cinta adalah anugerah yang paling berharga yang diberikan oleh Allah kepada kita melalui Rasulullah . Pada saat kalian memberikan cinta kepada seseorang berarti kalian memberikan sesuatu yang paling berharga yang kalian miliki. Berikanlah cinta itu kepada Allah agar menjadi permanen.
Jika kalian memberi cinta yang sifatnya sementara, itu berarti munafiq, dan sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan cinta kalian. Grandsyaikh Abdullah Fa’iz ad-Daghestani berkata jika kalian mencintai seseorang dan orang itu memberi segala macam kesulitan dan menyakitimu, kemudian meletakkan tubuhmu dalam mesin pemotong daging. Dan ketika keluar dari mesin tubuhmu masih seperti sediakala, kalian akan tetap mencintainya, berarti itu adalah cinta sejati dan itu adalah cinta untuk Allah . Tetapi jika karena satu kata yang dia ucapkan membuat kalian marah dan tidak mencintainya lagi, berarti itu adalah cinta palsu yang tidak nyata. Tak seorang pun akan menerima cinta seperti itu.
Saat kalian berkata bahwa kalian mencintainya karena Allah , kalian harus menerima segala hal yang berasal dari-Nya, kalau tidak kalian adalah orang yang munafiq. Berikanlah cintamu demi Allah sehingga pada saat dia mengganggumu,cintamu adalah untuk Allah. Hal ini sangat penting untuk diketahui dan dipelajari karena ini bisa membawa kalian ke posisi tertinggi. Semoga Allah memberi kita cinta yang tidak pernah berubah karena sesuatu, yang bersifat permanen dalam segala kondisi.
Segala sesuatu untuk Allah akan berlangsung terus-menerus, permanen sedangkan segala sesuatu untuk diri sendiri bersifat sementara. Oleh sebab itu ambillah yang permanen, jangan yang bersifat sementara. Cinta adalah anugerah yang paling berharga yang diberikan oleh Allah kepada kita melalui Rasulullah . Pada saat kalian memberikan cinta kepada seseorang berarti kalian memberikan sesuatu yang paling berharga yang kalian miliki. Berikanlah cinta itu kepada Allah agar menjadi permanen.
Jika kalian memberi cinta yang sifatnya sementara, itu berarti munafiq, dan sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan cinta kalian. Grandsyaikh Abdullah Fa’iz ad-Daghestani berkata jika kalian mencintai seseorang dan orang itu memberi segala macam kesulitan dan menyakitimu, kemudian meletakkan tubuhmu dalam mesin pemotong daging. Dan ketika keluar dari mesin tubuhmu masih seperti sediakala, kalian akan tetap mencintainya, berarti itu adalah cinta sejati dan itu adalah cinta untuk Allah . Tetapi jika karena satu kata yang dia ucapkan membuat kalian marah dan tidak mencintainya lagi, berarti itu adalah cinta palsu yang tidak nyata. Tak seorang pun akan menerima cinta seperti itu.
Saat kalian berkata bahwa kalian mencintainya karena Allah , kalian harus menerima segala hal yang berasal dari-Nya, kalau tidak kalian adalah orang yang munafiq. Berikanlah cintamu demi Allah sehingga pada saat dia mengganggumu,cintamu adalah untuk Allah. Hal ini sangat penting untuk diketahui dan dipelajari karena ini bisa membawa kalian ke posisi tertinggi. Semoga Allah memberi kita cinta yang tidak pernah berubah karena sesuatu, yang bersifat permanen dalam segala kondisi.
Cinta yang dijalin
karena kepentingan duniawi tidak mungkin bisa langgeng. Bila manfaat duniawi
sudah tidak diperoleh biasanya mereka dengan sendirinya berpisah bahkan mungkin
saling bermusuhan. Berbeda dengan cinta yang dijalin karena Allah, tidak ada
maksud dan tujuan kecuali Allah dan tidak mengharapan balasan kecuali dari
Allah, mereka akan menjadi saudara yang saling mengasihi dan saling membantu,
dan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri Akhirat. Allah
berfirman, artinya, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh
bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf:
67) Ya Allah, anugerahilah kami hati yang bisa mencintai teman-teman kami hanya
karena mengharap keridhaan-Mu. Amin. (Ibnu Umar)
Ketahuilah, setiap orang
arif tidak cinta segala sesuatu melainkan hanya cinta kepada Allah. Karena ia
berkeyakinan dalam hati bahwa seluruhnya dari Allah. Dan melazimkan Cinta
kepada Allah akan senang pada makhluk-Nya dan segala perbuatannya. Karena cinta
kepadanya akan mendatangkan cinta kepada Allah, seperti cinta kepada Nabi
Muhammad SAW karena beliau adalah pesuruh Allah. Begitu juga cinta kepada
para sahabatnya karena cinta kepada Nabi SAW. Sedangkan cinta Nabi SAW akan
menarik cinta kepada Allah. Begitu juga cinta kepada auliya’, dan ulama itu
cinta kepada Allah. Cinta kepada makanan karena cinta kepada Allah, sebab
makanan salah satu nikmat-Nya yang menjadi penguat untuk beribadah. Cinta
kepada pakaian dan perempuan dan segala isi dunia karena cinta kepada Allah,
semuanya nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Setiap yang engkau cintai
dikiaskan cinta kepada Allah.
Maka jika ada
seseorang yang mengucapkan Ana yuhibbuka fillah (aku mencintaimu karena Allah),
maka dalam arti yang sebenar-benarnya ialah cintanya itu ialah semata-mata karena
Allah, yang dimaksud kalimat cinta disini bukanlah sebagaimana kalimat cinta
antara hubungan asmara pemuda-pemudi, akan tetapi lebih cenderung kepada
hubungan cinta kasih yang ikhlas antara sesama muslim dalam arti persaudaraan
serta tidak ada nafsu dan syahwat yang melekat, karena bukan nafsu dan syahwat
lah ia cinta melainkan karena hanya Allah. Karena dengan ia melihat/teringat
seseorang tersebut, maka dia `melihat’ pandangan bathinnya tertuju semata-mata
karena Allah dan mendatangkan kecintaan terhadap Allah atau urusan ukrawi.
Kecintaan seorang
muslim terhadap muslim lainnya tentu bukan disebabkan nafsu syahwat yang
memuncak dalam perasaannya, tetapi karena kesadaran terhadap ukhuwah dan
peningkatan iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kecintaan terhadap akhlaq yang
mulia atau ketaatan dan ketakwaannya kepada Allah. Karena itu, ungkapan cinta
mereka bukan merupakan pernyataan gombal diantara mereka seperti halnya
ungkapan-ungkapan cinta oleh orang-orang sekarang yang mengikuti dari golongan
non muslim yang hanya disampaikan setiap hari valentine saja. Tapi haruslah
mengungkapkannya seperti yang disunnahkan oleh Rasululah.
Islam membimbing
kita agar mengutarakan perasaan cinta ini dengan terus terang yaitu uhibbuka
fillah atau uhibbuki fillah. Ungkapan ini membedakan antara cinta
yang dilandasi iman dengan cinta yang berdasarkan syahwat. manakala seorang
muslim menerima perkataan ini maka ia hendahnya menjawab Ahabbakallah lima
ahbabtani iyyahu (semoga Allah mencintai anda disebabkan kecintaan anda
kepadaku kepada Dia). Ungkapan mesra seperti ini akan menambah eratnya tali
ikatan ukkuwah diantara sesama muslim.
Memang harus dibedakan
mana yang mencintai pasangan jenisnya karena Allah Azza wa Jalla dan
mana yang sekedar cinta karena ketertarikan kepada pasangan jenis saja, dan
keduanya jelas berbeda. Hal itu dapat dilihat dari motif dasar dia
mencintainya. Apakah dasarnya adalah agama dan keshalihannya ataukah tidak?
Biasanya seseorang mencintai kepada pasangan jenis,
karena memang orang itu suka atau tertarik pada pasangan jenisnya saja, karena
kecantikan dan ketampanan, atau hal lain yang menarik baginya. Dan tidak
didasarkan cinta karena Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Oleh karena itu sebaiknya kita semua kembali melihat diri
kita masing-masing, apakah sifat cinta karena Allah Azza wa Jalla telah
ada dalam diri kita ataukah belum? Kalau sudah bersyukurlah dan mintalah kepada
Allah agar tetap istiqomah, dan kalau belum marilah kita perbaiki iman dan
Islam kita sehingga bisa tumbuh sifat tersebut dalam diri kita.
Dan perlu kita ketahui, kalau seandainya seseorang itu
benar-benar cintanya karena Allah, maka pasti ia akan berusaha berjalan sesuai
dengan syari’at agama Allah, dan tidak akan melanggar ketentuan-ketentuan dan
larangan-larangan dari Allah Tabaraka wa Ta’ala. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar