marquee

Sugeng rawuh

Minggu, 23 Oktober 2011

Mungkinkah “Dia” jodohku, ya Allah ??


Pertama kali aku bertemu, sepertinya aku sudah lama mengenal “dia”, entah karena wajahnya yang familiar atau memang aku (dulu) pernah mengenal “dia”. Begitulah penilaianku kepada “dia” saat pertama kenal di kelas I. Entah kenapa “Dia” selalu hadir saat aku merasa sendiri, saat hati ini merasa sakit, dan saat cinta ini bertepuk sebelah tangan.
Sebut saja “Dia”, seorang wanita berjilbab yang berkulit hitam manis dan senyumnya pun juga manis. Jujur, aku suka melihat “Dia” (hanya sebatas suka) mungkin karena “Dia” punya teman yang lebih cantik dan aku lebih suka (bahkan Cinta) pada “teman Dia”. Namun, aku sadar siapalah aku dan siapa “teman Dia”, dalam pikirku ngga mungkin seorang seperti “teman Dia” mempunyai rasa yang sama seperti perasaanku kepada “teman Dia”, walaupun aku dan “teman Dia” sangat akrab tapi itu hanyalah sebatas teman tidak lebih.
Setahun berlalu, aku dan “Dia” kembali satu kelas tapi tidak dengan “teman Dia”. “teman Dia” memilih jurusan yang berdeda dengan aku. Mungkin, dengan begitu perasaanku terhadap “teman Dia” akan hilang dan benar juga setelah satu bulan rasa itu telah pergi walau belum seluruhnya. Namun aku masih tetap suka kepada “Dia” (masih sebatas suka). Di tahun ini, ada murid baru dari luar kota. Berkulit putih dan berparas cantik, sungguh mempesona ciptaan-MU ya Allah. Sekali lagi, nyaliku terlalu kecil untuk mengutarakan kekagumanku kepada murid baru itu, hati kecilku berkata, “mungkin murid baru itu hanyalah cinta sesaat, jadi pastilah besok akan hilang”.
Di tahun ketiga, tidak ada lagi pengacakan kelas. Dan itu artinya, untuk ketiga kalinya aku dan “Dia” satu kelas. Seperti kata pepatah jawa “Witing tresno jalaran soko kulino”, itu yang aku rasakan saat itu. Rasa suka yang dulu, kini berubah menjadi sayang. Aku tak tahu, apakah itu sayang sebenarnya atau hanya sebatas rasa sayang kepada teman satu perjuangan. Apapun itu, aku merasa nyaman dengan perasaan itu. Rasa sayang kepada “Dia” semakin menjadi-jadi saat hari-hari terakhir sekolah. Saat itu, aku ingin mengungkapkan sayang ini kepada “Dia”, tapi aku belum mampu.
 Sebulan setelah kelulusan Madrasah Aliyah, aku jarang sekali bertemu dengan “Dia”, aku selalu memikirkannya, berharap “Dia” tahu perasaanku. Di tengah kegalauan, hati ini kembali merasakan cinta yang melebihi rasa sayangku kepada “Dia”. Cinta ini tidak kepada “teman Dia” atau kepada murid baru itu, tetapi kepada seorang wanita yang umurnya 4 tahun lebih muda dari aku, wanita itu adalah tetanggaku di rumah sebut saja “teman rumah”. Cinta itu berawal dari kegiatan sms, dalam smsnya, “teman rumah” selalu curhat tentang semua masalah-masalahnya mulai dari sekolah, keluarga bahkan masalah cintanya. Mungkin karena kegiatan sms itu rasa cinta timbul dengan mudah, dan aku merasa akulah yang paling pantas menemani “teman rumah”ku, akulah yang paling pantas disamping “teman rumah”ku,  akulah yang paling bisa membuat hati “teman rumah”ku kembali bahagia.
Tepat pada ulang tahunku yang ke 19, aku pergi merantau. Di perantauan aku masih setia mendengar curhatan “teman rumah”ku. Namun,  di bulan kelima perantauanku aku tak pernah lagi dapat kabar dari “teman rumah”. Di suatu waktu, aku mencoba menelfon “teman rumah” namun aku kaget karena suara yang ada di telfon adalah seorang laki-laki. Pikiranku melayang, kegalauan semakin menjadi-jadi, aku putuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan “teman rumah”ku. Lagi-lagi, ditengah kegalauan “Dia” kembali hadir. Hatiku berkata, “mungkinkah ini semua sudah direncanakan?? Tapi, siapa yang merencanakan??”, pertanyaan ini selalu menghantui diriku, “apakah “Dia” memang jodoh untukku??”. Namun, seperti biasa “Dia” hilang dalam pikiranku ketika aku kembali merasakan cinta pada seorang wanita. Kali ini, wanita itu adalah “teman kerja”ku. Benih-benih cinta mulai tumbuh karena aku sering jalan dengannya dan sesekali mendengar curhatannya. Aku meyakinkan hati ini agar tidak mencintainya, aku tak ingin merusak hubungan “teman kerja”ku dengan kekasihnya. Dan aku berhasil, aku mulai bisa melupakan cinta “teman kerja”ku.
Setahun berlalu aku mencoba menghubungi “Dia” kembali. Alhamdulillah, “Dia” langsung merespon niatku ini. Walaupun lewat SMS aku merasa bahagia dan “Dia”pun sepertinya ikut bahagia. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, aku dan “Dia” semakin dekat. Hatiku berkata, semoga “Dia” memang yang terbaik untukku, dan akan ku akhiri pencarian ini.
Hampir 2 tahun merantau, niat untuk kuliah tumbuh lagi. Aku ingin menepati janji kepada diriku sendiri dan kepada “teman rumah”ku. Aku berjanji,  aku pergi ke kota selain untuk mencari uang, juga untuk melanjutkan sekolah. Petaka cinta datang di pertengahan semester 2, pepatah jawa “Witing tresno jalaran saka kulino” sepertinya memang benar. Walaupun aku tahu “teman kuliah”ku sudah mempunyai kekasih, tapi virus itu terus menyebar. Sampai sekarang, saat aku menulis tulisan ini, rasa untuk memiliki “teman kuliah”ku masih ada.
Kegalauan hati ini semakin menjadi-jadi, saat aku melihat temanku berdua dengan pacarnya, ada rasa iri dalam hati. Tapi, siapa yang mau menjadi kekasihku. Apakah “teman Dia”atau “murid baru” itu, yang keduanya akupun tak tahu sekarang ada dimana. Kepada “teman rumah”ku, yang saat ini mungkin “teman rumah”ku sedang memikirkan pemilik hatinya (tapi bukan aku). Kepada “teman kerja”ku, yang aku tahu “teman kerja”ku mencintai kekasihnya lebih dari apapun dan aku tak mungkin bisa merusak itu. Kepada “teman kuliah”ku, yang aku masih ragu dengan perasaanku, apakah aku mencintainya karena setulus hati atau aku mencintainya hanya sebagai adikku dan aku peduli dengan keadaan “teman kuliah”ku. Ataukah kepada “Dia”, yang selalu hadir di saat yang tepat , yang bisa mengerti semua keadaanku, tapi aku belum pernah tahu isi hatinya, aku belum pernah menanyakan tentang perasaan ini karena aku takut. Takut, jika aku jujur kepada “Dia”, aku tak berani lagi bertemu dengan “Dia”.
Prinsipku, aku ingin mengucapkan “AKU CINTA PADAMU” hanya kepada satu wanita dalam seumur hidupku, wanita yang akan menjadi ibu dari anak-anakku, wanita yang akan menemaniku hingga tua, dan wanita yang bisa mencintaiku apa adanya. Siapapun wanita itu, baik “Dia”, “Dia” atau “Dia”, semuanya kan kuserahkan pada-MU ya Allah. Engkaulah penguasa hati semua makhluk-MU. Karena aku yakin “JODOH DI TANGAN TUHAN”. Semoga Engkau mendengar curhatanku ini Ya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar